Minggu, 15 Desember 2024

Bansos 'Dadakan' Jokowi di Masa Kampanye Pilpres untuk Siapa?

Administrator - Rabu, 31 Januari 2024 08:20 WIB
Bansos 'Dadakan' Jokowi di Masa Kampanye Pilpres untuk Siapa?
F:Cnn Indonesia
Bansos Jokowi menjelang Pilpres 2024
viralnasional.com -Jakarta -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan bantuan sosial (bansos) tambahan berupa bantuan langsung tunai (BLT) tahun ini. Anggarannya sebesar Rp11,2 triliun untuk 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).Bansos BLT tersebut diberikan sebesar Rp200 ribu per bulan per KPM untuk periode Januari, Februari, Maret.

Baca Juga:
Namun, nantinya pencairannya dirapel pada Februari sehingga masyarakat akan menerima Rp600 ribu sekaligus.

Namun, sejumlah pihak menilai BLT terbaru ini ibarat 'tahu bulat yang digoreng dadakan'. Terlebih, bantuan diberikan di tengah masa kampanye Pilpres 2024 sehingga menimbulkan berbagai persepsi. Pasalnya, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu calon wakil presiden (cawapres).

Tak hanya BLT baru, Jokowi juga memperpanjang penyaluran bantuan pangan beras 10 kilogram (kg) untuk 22 juta KPM hingga Juni 2024. Padahal, tadinya hanya sampai Maret 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penerima bansos pangan dan BLT berbeda.

"Itu (BLT) diberikan untuk 18,8 juta penduduk, ini berbeda dengan bantuan pangan yang 22 juta (KPM)," jelasnya dalam konferensi pers di kantornya pada Senin (29/1).

Jika penerima dua bansos ini digabung saja totalnya lebih dari 40 juta KPM. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 mencatat jumlah penduduk miskin hanya 25,90 juta orang, jauh di bawah jumlah sasaran penerima bansos.

Lalu, siapakah penerima bansos BLT tersebut?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat BLT dan bansos pangan adalah program temporer sehingga penerimanya memang bukan hanya warga miskin saja, tapi juga rentan miskin.

Menurutnya, kemungkinan ini menjadi salah satu penyebab ada perbedaan jumlah penerima dengan total orang miskin di data BPS.

"Kalau kita bicara BLT, kita tahu bahwa BLT ini memang tidak sepenuhnya diberikan kepada mereka yang termasuk dalam kategori miskin. Mereka yang masuk ke kategori rentan dan hampir miskin menurut saya juga menjadi sasaran dari penyaluran BLT pemerintah dan juga program bantuan pangan beras dan mereka ini tidak terkategori sebagai Penduduk miskin yang dicatat oleh BPS," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Lagipula, Rendy menduga penerima bansos beras, pasti akan menerima BLT karena konsep bantuan perlindungan sosial adalah terintegrasi. Hanya saja tidak semua bisa mendapatkan keduanya.

Misalnya, pemerintah bisa saja menetapkan hanya warga di bawah garis kemiskinan mendapatkan keduanya. Sedangkan yang rentan dan hampir miskin hanya salah satu saja.

"Karena terintegrasi, maka mereka yang menerima BLT tersebut juga akan mendapatkan bansos pangan. Namun karena di-setting bersamaan, maka mereka yang mendapatkan bansos pangan beras itu tidak semuanya mendapatkan BLT," kata dia.

Rendy menilai pemerintah menyalurkan bansos tidak berdasarkan data BPS, melainkan menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang ada di Kementerian Sosial (Kemensos). Selain itu, bisa jadi menggunakan data penduduk yang menerima bantuan saat pandemi covid-19.

"Jangan lupa juga pemerintah pada saat pandemi covid-19 juga mendata mereka yang mendapatkan BST (bantuan sosial tunai) sehingga ini bisa dijadikan sebagai basis seharusnya untuk penyaluran bantuan sosial tunai temporer seperti saat ini," kata Rendy.

Namun, di tahun politik saat ini, ia memang menilai pemerintah kurang tegas dan jelas untuk memastikan independensinya dan menyatakan bahwa penyaluran bansos ini tidak ada kaitannya dengan pemilu ataupun ada niat untuk menguntungkan salah satu pasangan saja.

"BLT menjadi diskusi hangat karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan posisi yang tegas terkait independensi mereka. Artinya pemerintah perlu secara tegas memberikan atau mensosialisasikan kepada masyarakat secara luas bahwa bantuan sosial adalah bantuan reguler yang diberikan oleh pemerintah dan tetap akan diberikan siapapun yang akan terpilih nantinya di periode berikutnya," jelasnya.

Senada, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan penerima bansos tunai ini memang tidak hanya masyarakat miskin yang ada di data BPS. Tapi juga kelompok rentan.

"Memang tidak mesti masyarakat miskin, tapi target bansos bisa menyasar kalangan yang disebut dengan kelompok rentan, yakni kalangan masyarakat yang pendapatannya hanya sedikit di atas garis kemiskinan (poverty line)," jelasnya.

Menurut Ronny, jumlah penduduk rentan ini bahkan lebih banyak dibandingkan yang ada di kelompok di bawah garis kemiskinan. Jika kelompok ini tidak diberikan bantuan, maka daya belinya akan turun dan menambah jumlah penduduk miskin.

Pemerintah tak ingin hal tersebut terjadi sebab akan dicap gagal mengurangi kemiskinan, karenanya diberikan bansos temporer seperti BLT dan bantuan pangan tersebut.

Sebab, masyarakat di bawah garis kemiskinan pasti mendapatkan bansos rutin seperti Program Keluarga Harapan (PKH).

"Kelompok ini menjadi sasaran strategis kebijakan sosial kesejahteraan seperti bansos, karena posisinya yang rentan jatuh ke bawah garis kemiskinan hanya dengan kenaikan inflasi satu atau dua persen saja. Sedikit saja daya belinya tergerus, maka mereka akan langsung berada di bawah garis kemiskinan," kata dia.

Namun, di sisi lain, ia juga melihat bisa saja bansos ini sebagai bentuk senjata Jokowi untuk memenangkan anaknya, Gibran di Pilpres 2024.

"Tak dipungkiri tentu ada potensi tersebut. Karena Jokowi memang telah menyatakan diri tidak netral alias memihak, ada potensi spillover elektoral ke salah satu kandidat yang didukung oleh Jokowi," jelasnya.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan pemberian bansos ini memang bentuk keberpihakan Jokowi terhadap Prabowo-Gibran.

Sebab, menurut Bhima, lebih kental nuansa politiknya dibandingkan urgensi menyelesaikan masalah daya beli orang miskin.

Apalagi, Bhima merasa data penerimanya sangat janggal, karena jumlah KPM nya terlalu besar, sehingga ia mengkhawatirkan tidak hanya dipolitisasi, bansos tersebut rawan dikorupsi.

"Pemberian bansos cenderung naik signifikan jelang pemilu. Model bansos pakai pola BLT maupun bantuan pangan menimbulkan persepsi pemerintah menjadi sinterklas untuk mendukung salah satu calon. Politisasi bansos yang marak juga menimbulkan kekhawatiran data penerima tidak tepat sasaran, rawan dikorupsi," kata dia.

Menurut Bhima, pola penyaluran bansos jor-joran ini memang terus berulang. Terutama, saat pemimpin negara akan lanjut di periode kedua. Di mana, dengan majunya Gibran, serasa Jokowi ikut dalam kontestasi untuk periode ketiga.

"Pola perlinsos nya hampir sama dengan siklus 2014 dan 2019 di mana anggaran perlindungan sosial saat itu naik tajam. Sayangnya efektivitas bansos dipertanyakan karena tidak mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan.

Pada 2014 anggaran perlinsos tercatat sebesar Rp484,1 triliun dan kemudian dipangkas menjadi Rp276,2 triliun pada 2015. sumber:Cnn Indonesia

SHARE:
Tags
beritaTerkait
Breaking News : Donald Trump Kembali Menang Pilpres Amerika Serikat  2024
Viral Video Gibran Nangis-nangis Polisi Langsung Mendatangi
Hasto: Pengurus Ranting PDIP Tolak Pertemuan Jokowi-Megawati
Hari Ini, KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
MK Tolak Gugatan, Prabowo-Gibran jadi Pemenang Pilpres 2024
Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024 dari pasangan AMIN
komentar
beritaTerbaru